Pagi itu, aku pun akhirnya tiba di Jakarta, setelah menempuh perjalanan darat dengan mobil travel sekitar 18 jam. Agak lama memang, dikarenakan harus menjemput penumpang lainnya ke rumah masing-masing. Ah..yang penting murah, dapat makan, diantar sampai tempat. Selain murah, hitung-hitung menikmati perjalanan ke daerah-daerah pelosok untuk menjemput penumpang dan subhanallah pemandangan alamnya luar biasa.
Setelah tiba di kost baru, aku letakkan barang bawaanku dari kampung yang memang hanya beberapa pakaian ganti. Alhamdulilah susasana kost cukup nyaman dan tenang. Di depan kost,pohon-pohon begitu rimbun, menjadikan suasana menjadi sejuk dan segar diantara hiruk pikuk kota Jakarta yang panas dan macet. Dari serambi lantai dua kost, tepat di depan kamarku, sesekali ku arahkan pandangan mataku ke atas langit kota Jakarta. Subhanallah, walaupun sedikit mendung, aku pun tetap menikmatinya. Hamparan langit yang luas, yang memberikan inspirasi bagiku akan kebebasan, kemerdekaan dan sebuah ke optimisan. Ku tatap langit Jakarta pagi itu,..ah..ternyata tetap sama dan tak jauh beda ketika ku tatap langit di kampungku. Walaupun dipenuhi oleh gedung –gedung tinggi yang menjulang, aku masih dapat menatap langit Jakarta dengan jelas. Gedung-gedung tinggi di Ibu Kota ini, tak mampu mengalahkan tinggi dan luasnya langit ciptaan-Nya. Manusia tak lebih hanya sebagai titik kecil diantara luasnya alam semesta ini.
######
Sahabat, sejenak ku berpikir, ketika ku tatap langit di kampungku dan di jakarta ternyata memiliki sebuah kesimpulan yang sama. Kita, manusia yang dibawah langit ini tak ubahnya seorang makhluk kecil dibandingkan dengan luasnya alam semesta ini. Ah..betapa tidak pantasnya diri kita untuk menyombongkan diri, menyombongkan status kita sebagai orang kota atau desa, menyombongkan kedudukan kita, menyombongkan pangkat dan jabatan kita, menyombongkan harta kekayaan kita, sungguh diri ini merasa tak pantas. Lihatlah, betapapun tingginya jabatan seseorang, betapapun dia duduk di gedung –gedung tinggi yang menjulang, dia hanyalah seorang makhluk kecil yang tak mampu menandingi tinggi dan luasnya langit ini, apalagi dibandingkan dengan Sang Pencipta Langit, kita bukan apa-apa. Begitu banyak orang yang sombong, padahal dia berasal dari air yang hina, pergi kemana-mana membawa kotoran, akan tetapi dia merasa tinggi dengan menghujat dan meremehkan orang lain. Status orang kota,atau orang desa, ataupun seorang pegawai, pejabat atau buruh tidak menjamin ketinggian derajat kita di mata Tuhan. Ketaqwaan,dan perbuatan kitalah yang membedakan. Selama kita masih hidup di bawah langit dan masih menghirup bebas udara pemberian-Nya maka kita sama,yang membedakan adalah derajat ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Tak sepantasnya kita meremehkan dan merendahkan atau menghina orang lain. Tak sepantasnya kita menyombongkan dirikita.
Sahabat..sesekali, luangkanlah waktumu untuk menatap langit, di manapun kita berada, semoga senantiasa mengingatkan kita sebagai makhluk Tuhan yang tak pantas untuk menyombongkan diri dan selalu ingat dengan siapa yang menciptakan kita semua.(top)
Sahabat..sesekali, luangkanlah waktumu untuk menatap langit, di manapun kita berada, semoga senantiasa mengingatkan kita sebagai makhluk Tuhan yang tak pantas untuk menyombongkan diri dan selalu ingat dengan siapa yang menciptakan kita semua.(top)
0 komentar:
Posting Komentar